BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Teori
disonansi kognitif diperkenalkan oleh Leon Festinger pada tahun 1957 (Shaw
& Contanzo, 1985) dan berkembang pesat sebagai sebuah pendekatan dalam
memahami area umum dalam komunikasi dan pengaruh social (Festinger, 1957)
terdapat beberapa teori dalam menjelaskan konsistenesi atau keseimbangan,
diantaranya adalah teori ketidakseimbangan Kognitif (cognitive imbalance) oleh Heider (1946), teori Asimetri (asymmetry) oleh Newcomb (1953), dan
teori ketidakselarasan (incongruence)
oleh Osgood dan Tannembaum (1952). Namun Shaw & Contanzo (1985) mengatakan
bahwa teori disonansi kognitif berbeda dalam dua hal penting:
1. Tujuannya
untuk memahami hubungan tingkah laku (behavior)
dan kognitif (cognitive) secara umum,
tidak hanya merupakan sebuah teori dari tingkah laku sosial.
2. Pengaruhnya
dalam penelitian psikologi social telah menjadi suatu hal yang sangat besar
dibandingkan teori konsistensi lainnya.
Teori
disonansi kognitif menjadi salah satu penjelasan yang paling luas yang diterima
terhadap perubahan tingkah laku dan banyak perilaku social lainnya. Teori ini
telah digeneralisir pada lebih dari seribu penelitian dan memiliki kemungkinan
menjadi bagian yang terintegrasi dari teori psikologi social untuk
bertahun-tahun (Cooper & Croyle, 1984, dalam Vaughn & Hogg, 2005)
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Disonansi
Kognitif
Festinger
(1957) menjelaskan bahwa disonansi kognitif adalah diskrepansi atau kesenjangan
yang terjadi antara dua elemen kognitif yang tidak konsisten, menciptakan
ketidaknyamanan psikologis. Hal ini didukung oleh Vaughan & Hogg (2005)
yang menyatakan bahwa disonansi kognitif adalah suatu kondisi tidak nyaman dari
tekanan psikologis ketika seseorang memiliki dua atau lebih kognisi (sejumlah
informasi) yang tidak konsisten atau tidak sesuai satu sama lain.
Festinger
(1957) menyatakan bahwa kognitif menunjuk pada setiap bentuk pengetahuan,
opini, keyakinan, atau perasaan mengenai diri seseorang atau lingkungan
seseorang. Elemen-elemen kognitif ini berhubungan dengan hal-hal nyata atau
pengalaman sehari-hari di lingkungan dan hal-hal yang terdapat dalam dunia
psikologi seseorang.
Terdapat
dua macam hubungan antar elemen (Festinger, 1957 dalam Shaw & Contanzo,
1982), yaitu :
1. Hubungan
tidak relevan (irrelevant), yaitu tidak
adanya kaitan antara dua elemen kognitif, misalnya pengetahuan bahwa merokok
buruk bagi kesehatan dan pengetahuan bahwa di Indonesia tidak pernah turun
salju
2. Hubungan
relevan, yaitu hubungan yang terkait sehingga salah satu elemen mempunyai
dampak terhadap elemen yang lainnya. Hubungan ini terdiri dari dua macam, yaitu
:
a.
Disonan, jika dari kedua elemen
kognitif, satu elemen diikuti penyangkalan (observe)
dari yang elemen lainnya.
Contoh : seseorang yang mengetahui bahwa
bila terkena hujan akan basah mengalami disonan ketika pada suatu hari ia
ternyata mendapati dirinya tidak basah saat ia terkena hujan.
b.
Konsonan, terjadi ketika dua elemen
bersifat relevan dan tidak disonan, dimana satu kognisi diikuti secara selaras.
Contoh: seseorang yang mengetahui bahwa
bila terkena hujan akan basah dan memang selalu basah bila terkena hujan.
Dua
orang individu yang memiliki situasi yang sama memiliki kemungkinan berbeda
dalam kondisi disonan. Aronson (dalam Shaw & Contanzo, 1985) menyatakan
bahwa perbedaan individu berperan dalam proses disonansi kognitif. Perbedaam
ini terjadi dalam kemampuan subyek dalam mentoleransi disonansi, cara yang
dipilih subyek untuk mengurangi kondisi disonan, dan cara subyek memandang suatu
masalah sebagai kosonan atau disonan.
2.2 Sumber
Penyebab
Festinger
(1957) menyebutkan dua situasi umum yang menyebabkan munculnya disonansi, yaitu
ketika terjadi peristiwa atau informasi baru dan ketika sebuah opini atau
keputusan harus dibuat, dimana kognisi dari tindakan yang dilakukan berbeda
sengan opini atau pengetahuan yang mengarahkan ke tindakan lain. Lebih lanjut
Festinger (1957) menyebutkan empat sumber disonansi dari situasi tersebut,
yaitu:
a. Inkonsistensi
logika (logical inconsistency). Yaitu
logika berpikir yang mengingkari logika berpikir yang lain. Misalnya seseorang yang
percaya bahwa manusia dapat mencapai bulan dan juga percaya bahwa manusia tidak
dapat membuat alat yang dapat membantu keluar dari atmosfir bumi.
b. Nilai
budaya (cultural mores), yaitu bahwa
kognisi yang dimiliki seseorang di suatu budaya kemungkinan akan berbeda di
budaya lainnya, misalnya seorang jawa yang mengetahui bahwa makan dengan
menggunakan tangan di daerahnya adalah suatu hal yang wajar, disonan dengan
kenyataan bahwa hal tersebut tidak wajar pada etika makan di budaya Inggris.
c. Opini
umum (opinion generality), yaitu
disonansi mungkin munvul karena sebuah pendapat yang berbeda dengan yang
menjadi pendapat umum. Misalnya seorang anggota partai demokrat yang dianggap
publik pasti akan mendukung kandidat dari partai yang sama, ternyata lebih
memilih kandidat dari partai Republik yang merupakan lawan dari partainya.
d. Pengalaman
masa lalu (past experience), yaitu
disonansi akan muncul bila sebuah kognisi tidak konsisten dengan pengalaman
masa lalunya. Misalnya seseorang yang mengetahui bahwa bila ia terkena hujan
akan basah mengalami disonan ketika pada suatu hari ia ternyata mendapati
dirinya tidak basah saat ia terkena hujan.
2.3 Implikasi
Teori
Menurut
Festinger, teori disonansi kognitif memiliki implikasi penting dalam banyak
situasi spesifik (dalam Shaw & Constanzo, 1982). Festinger menjabarkan
implikasi dalam keputusan (decisions),
Forced Compliance, pencarian
informasi (Exposure to information),
dan dukungan social (social support).
Dari situasi tersebut dapat diketahui besarnya kekuatan disonansi.
1.
Keputusan
(decisions)
Festinger
(1957) menyatakan bahwa disonansi merupakan konsekuensi yang tidak dapat
dihindarkan dari keputusan. Hal tersebut didasari oleh kenyataan bahwa seorang
individual harus berhadapan dengan sebuah situasi konflik sebelum sebuah
keputusan dapat dibuat. Pada umumnya, elemen disonan adalah aspek negatif dari
alternatif yang dipilih dengan aspek positif dari alternatif yang ditolak.
Disonansi akan semakin kuat jika keputusan semakin penting dan jika
ketertarikan dari alternative yang tidak dipilih semakin besar. Contoh dari
munculnya disonansi dari keputusan yang diambil adalah perokok berat yang memutuskan
untuk tetap merokok mengalami disonan ketika ia mengalami sakit kanker
paru-paru akibat merokok (hal negative dari alternative yang dipilih) dengan
hal positif yang akan ia dapat bila ia merokok, yaitu sehat (alternatif yang
ditolak).
2.
Forced Compliance
Forced Compliance merupakan
suatu permintaan dari luar diri seseorang yang dipaksakan kepada seorang
individu. Aplikasi dari teori disonansi pada Forced Compliance terbatas pada permintaan public (Compliance) tanpa disertai oleh
perubahan pendapat pribadi.
Sumber
disonansi adalah kesadaran seseorang dari tingkah laku yang diharuskan publik
yang tidak konsisten dengan pendapat pribadi .Forced Complience ini memengaruhi
individu misalnya perokok berat) yang
membuat berhasil mengubah ( berhenti merokok ), merubah perilaku atau ucapan
yang terlihat merubah opini dan keyakinan mereka dengan tetap memegang
keyakinan sebelumnya (merokok sembunyi-sembunyi ), atau justru membuat mereka
mencari dukungan sosial yang mendukung pendapatnya ( bergabung dengan klub penggemar
rokok ).
3.
Pencarian
informasi ( Exposure to Information )
Festinger memberikan hipotesis bahwa
pencarian informasi aktif berkorelasi dengan kekuatan disonansi. Disonansi
menyebabkan pencarian informasi menjadi selektif, yaitu individu akan lebih
mencari informasi yang menyebabkan konsonan dan menghindari informasi yang
menyebabkan disonansi.
4.
Dukungan
sosial ( social support )
Dukungan sosial ( social support )
berperan dalam mengurangi kondisi disonan ( Festinger,1957 ). Disonansi
kognitif akan dihasilkan oleh seserang yang mengetahui bahwa orang lain
memiliki opini yang berlawanan dengan opininya.
2.4 Upaya Mengatasi
Festinger
menunjukkan bahwa kita akan mencari keselarasan dalam tingkah laku dan keyakinan serta mencoba untuk
menurunkan tekanan dari inkosistensi dari elemen yang ada Vaughan & Hogg (
2005) .
Ketika terjadi disonansi kognitif, Festinger (
1957 ) menyatakan bahwa terdapat konsekuensi ketika seseorang mengalami
disonansi yang ditunjukkan melalui 2 hipotesis dasarnya ,yaitu :
a. Terjadi
ketidaknyamanan psikologis yang
mendorong seseorang untuk mengurangi disonansi ini dan mencapai kondisi
yang konsonan ( relevan antar elemen
kognitif ).
b. Seseorang
tidak hanya berusaha untuk menguranginya tetapi juga akan menghindari situasi
dan informasi yang dapat meningkatkan disonansi.Dari dua hipotesis ini, lebih
lanjut Festinger menjelaskan mengenai upaya yang mungkin dilakukan oleh
individu yaitu dengan :
1. Pengurangan
disonansi, melalui 3 kemungkinan cara :
a. Mengubah
elemen tingkah laku
Misalnya : seseorang yang
ingin piknik di luar ruangan tetapi ternyata hujan, memilih untuk mencari
kegiatan lain di dalam rumah.
b. Mengubah
elemen kognitif lingkungan
Misalnya : seseorang perokok berat yang mempercayai bahwa merokok
tidak mengganggu kesehatan dan mengetahui orang lain berpendapat berbeda,
berusaha mempengaruhi orang lain yang berbeda pendapat tersebut untuk mendukung
pendapatnya.
Festinger ( 1957 ) menyatakan
bahwa umumnya orang yang sangat merasa yakin akan opininya akan mencari orang
lain yang setuju an mendukung dengan opininya. Cara tersebut adalah cara yang
paling banyak dilakukan untuk mengurangi tekanan untuk merubah kognisi yang
dimiliki seseorang, dengan kata lain disinilah dukungan sosial dibutuhkan.
c. Menambah
elemen kognitif baru
Misalnya : seorang perokok
berat diatas, meyakinkan dirinya sendiri bahwa merokok masih lebih baik
daripada mengkonsumsi alkohol atau narkoba yang jauh lebih merusak kesehatan.
2. Penghindaran
disonansi
Misalnya
: seorang perokok berat berusaha tidak mendengarkan atau mengacuhkan orang lain
dan hal-hal lain ( misalnya iklan ) yang menginformasikan tentang bahaya rokok
bagi kesehatan .
Festinger
( 1957 ) menyatakan bila seseorang mengetahui bahwa oprang lain memiliki opini
yang berlawanan dengan opininya, maka
individu tersebut akan berupaya mengurangi disonansi dengan merubah opini yang
dimilikinya dengan mempengaruhi mereka yang tidak setuju dengan opininya atau
membuat mereka tidak setuju untuk tidak membandingkan dengan dirinya .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar