I.
Latar belakang
Komunikasi
adalah salah satu bentuk kegiatan umat manusia yang paling penting. Tiada
hari tanpa komunikasi. Tidak ada masyarakat manusia yang tidak melaksanakan
komunikasi, karena komunikasi adalah perlambang dari adanya kehidupan di dalam
masyarakat. Dilihat dari sudut pandang ini, komunikasi dilihat dari artinya
yang umum dan luas yaitu hubungan dan interaksi yang terjadi antara dua
orang\pihak atau lebih. Interaksi tersebut terjadi karena seseorang
menyampaikan pesan-pesan dalam bentuk tertentu yang diterima pihak lain yang
menjadi sasarannya sehingga sedikit banyak akan mempengaruhi sikap dan tingkah
laku pihak dimaksud.
Siapapun sebagai
anggota masyarakat melakukan ini secara terus-menerus kadang-kadang
bahkan tanpa sadar termasuk mereka
yang tidak mengerti makna konsep komunikasi. Oleh karena itu dapat dimengerti
bahwa komunikasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh semua anggota masyarakat
kapan pun dan dimana pun di dunia ini. Masalah ini akan semakin penting artinya
dalam mengkaji komunikasi politik.
Komunikasi
politik mencakup masyarakat keseluruhan. Studi komunikasi politik tidak akan
sempurna bila komunikasi antar pribadi tidak memperoleh tempat yang penting
dalam studi tersebut. Komponen
yang paling menentukan dalam setiap bentuk kegiatan komunikasi yaitu
komunikator dan komunikan. Karena tanpa kedua komponen tersebut tidak akan
terjadi komunikasi. Pertanyaannya sekarang, siapa saja yang termasuk ke dalam
komunikator dan komunikan politik itu.
Komunikator politik dapat dikenali dari ciri-ciri
komunikator pada umumnya yaitu:Pihak yang pertama–tama mempunyai
inisiatif.Pihak yang mempunyai ide atau gagasan; yang akan disebarluaskan.Pihak
yang mula pertama mengajak berkomunikasi. Pihak yang bermaksud mempengaruhi,
mengubah dan membentuk sikap, pendapat dan tingkah laku orang lebih baik secara
perorangan maupun kelompok. Para komunikator politik, dibandingkan
dengan warga negara pada umumnya, suka ditanggapi lebiih sungguh-sungguh
bila mereka berbicara atau berbuat. Sehubungan dengan itu, di sini kita akan membahas apa saja dan mengidentifikasi tiga kategori para
komunikator politik ini, kemudian akan meninjau unsur-unsur dan segi-segi pokok
peran mereka sebagai pemimpin politik.
Ketidakpastian dalam Peran Komunikator Politik Kontemporer
Dalam
komunikasi politik, komunikator politik merupakan salah satu faktor yang
menentukan efektivitas komunikasi. Pada peristiwa komunikasi yang manapun,
faktor komunikator merupakan suatu unsur yang penting sekali peranannya.
Sekalipun nantinya keberhasilan komunikasi yang dimaksud secara menyeluruh
bukan hanya ditentukan oleh sumber, namun mengingat fungsinya sebagai
pemrakarsa dalam aktifitas yang bersangkutan, maka bagaimanapun juga dapat
dilihat betapa menentukannya peran tersebut. Karena itu dalam mengamati proses
komunikasi politik, perlu sekali terlebih dahulu memahami karakteristik
masing-masing komunikator tersebut, setidak-tidaknya secara umum, guna
mendapatkan gambaran tentang bagaimana kelak kemungkinan-kemungkinan yang
timbul baik dalam berlangsungnya proses komunikasi itu sendiri, maupun dalam
keseluruhan hasil komunikasi yang dilakukan.
Dalam
perspektif panggung politik kontemporer, komunikator politik memainkan peran
sosial yang utama, khususnya dalam proses pembentukan opini publik. Komunikator
politik sebagai pelaku atau diidentifikasi sebagai pemimpin yang memiliki
potensi dan kompetensi di atas rata-rata dibandingkan warga negara pada umumnya
dalam hal menyampaikan pikiran atau gagasan di mana pun dia berada.
Peran
komunikator politik kontemporer dalam menciptakan opini publik, Karl Popper
(1962), memperkenalkan teori pelopor opini publik, menegaskan, para pemimpin
menciptakan opini publik karena mereka berhasil membuat beberapa gagasan, yang
awalnya ditolak, kemudian dipertimbangkan, dan akhirnya diterima. Tanggapan
dari publik (termasuk elite politik) dipahami dengan munculnya
pemikiran-pemikiran baru, gagasan-gagasan baru, dan argumen-argumen baru.
Upaya
untuk menyatakan dirinya sebagai komunikator politik, meliputi; politisi,
komunikator profesional, dan aktivis (Dan Nimmo, 1978), maka yang dituntut
adalah; Pertama, kemampuan berkomunikasi. Kemampuan berkomunikasi mempunyai
makna bahwa seorang yang mampu dan cerdas dalam menyampaikan argumen, gagasan,
dan pemikiran kepada public, di mana pun dia berada. Artinya, di mana pun dia
berada setiap statement mampu mempengaruhi atau bergetar dalam setiap apa yang
diucapkan.
Misalnya,
sebagai politisi, diharapkan dalam melontarkan gagasan mampu mempengaruhi
kebijakan politik. Kalau politisi yang sehari-hari bekerja di lembaga
legislatif mampu memainkan perannya sebagai aktivis politik, baik itu
menjalankan fungsi kontrol, legislasi, dan anggaran. Ukurannya, seberapa besar
media massa memberikan porsi pemberitaan dalam apresiasinya dalam menjalankan
tugasnya sebagai komunikator politik. Kalau mereka sebagai politisi tidak
pernah kita ketahui kiprahnya, dan hanya anggota dewan semata dan sosoknya
hanya 4 D(datang, duduk, dengar, diam) itu berarti mereka tidak dapat dikatakan
sebagai komunikator politik yang baik.
Kedua,
komunikator politik sebaiknya memiliki kesempatan dan memiliki kapasitas
sebagai pemimpin. Orang yang mengidentifikasi dirinya berkemampuan sebagai
komunikator politik adalah orang yang memiliki leadership. Bagi orang yang
menceburkan diri dalam panggung politik dan kekuasaan, hal yang tak bisa
ditawarkan adalah memiliki kemampuan dalam memimpin. Pemimpin itu tak lahir
seketika atau instant. Pemimpin sejak lahir sudah terlihat bakatnya sebagai
pemimpin di mana pun dia berada.
Ketidakpastian
dalam peran komunikator politik kontemporer membuat beberapa orang sarjana
dalam tahun-tahun terakhir ini bertambah khawatir mengenai para komunikator
politik akan meninggalkan klien, pemilih, dan khalayak mereka disebabkan oleh
kesetiaan kepada nilai-nilai impersonal dan professional. Secara konsisten
riset telah mengidentifiasi profesional dan atau amatir. Masalah yang ditemukan
oleh para kritikus ialah bahwa komunikasi politik telah menjadi begitu
professional sehingga para pemrakteknya melihat segala sesuatu hanya dari titik
sempit keahlian khusus teknik mereka sendiri, dan telah mempunyai sudut pandang
yang tampak terhadap segala sesuatu yang berada diluar perspektif mereka
sendiri.
Bidang
masalah kedua timbul dari karakteristik para komunikator sendiri. Selain
bagaimana profesionalnya dan bagaimana mewakili komunikator politik itu, ada
ketidakpastian tentang peran mereka, yaitu motif-motif mereka. Tentu
motif-motif itu tercampur. Dalam beberapa hal, mereka bertujuan, misalnya
bermaksud mengubah kepercayaan, nilai, dan pengharapan rakyat dengan memberi
informasi, membujuk, dan menghibur, dalam hal lain motif mereka tidak
bertujuan, misalnya meneruskan pesan-pesan kepada rakyat tanpa maksud
mempengaruhi.
Contoh
Kasus
Menurut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, saat ini
kita dihadapkan pada situasi ekonomi global yang masih diwarnai ketidakpastian.
Krisis di Eropa terus berlanjut dan belum ada titik terangnya. Negara-negara
maju umumnya mengalami stagnasi, bahkan resesi. Ekonomi negara-negara
berkembang, juga mengalami perlambatan yang berarti. “Perekonomian global tahun
ini, diperkirakan mengalami penurunan dari empat persen menjadi tiga setengah
persen,” ujar SBY ketika menyampaikan Pidato Kenegaraan HUT Ke-67 Proklamasi
Kemerdekaan RI di Depan Sidang Bersama DPR dan DPD RI.
Situasi ekonomi global, lanjut SBY, juga ditandai oleh
belum menentunya proses transformasi politik di kawasan Afrika Utara dan Timur
Tengah. Ketegangan baru yang terjadi di kawasan itu, juga berpotensi
menyebabkan naiknya harga minyak dunia. Sementara itu, di berbagai belahan
dunia, banyak negara mengalami dampak negatif perubahan iklim. Kekeringan dan
banjir sering menjadi ancaman terburuk, yang dapat mengakibatkan krisis pangan
dan meningkatnya harga pangan dunia. “Kenaikan harga kedelai di pasar
internasional misalnya, disebabkan oleh penurunan produksi yang drastis pada
beberapa negara produsen utama kedelai,” tandasnya.
Bagaimana dengan kondisi dalam negeri?
Ada kebanggaan sedikit. “Masih segar dalam ingatan
kita, 14 tahun yang lalu di tengah badai krisis yang amat berat, IMF datang
memberikan pinjaman dengan persyaratan yang justru menambah sulit keadaan
perekonomian kita. Kini, di saat ekonomi negeri kita terus tumbuh, IMF datang
bukan untuk menawarkan pinjaman, tetapi untuk berkonsultasi dan bertukar
pikiran dengan Indonesia dalam mengatasi krisis global yang terjadi saat ini,”
jelas SBY.
“Alhamdulillah, saat ini negara kita tampil sebagai
sebuah negara emerging economy, dan menjadi kekuatan ekonomi ke-16 dunia. Kita
menjadi negara berpendapatan menengah, dengan tingkat kemiskinan dan
pengangguran yang secara bertahap berhasil diturunkan. Kita harus yakin dan
percaya, pada saatnya nanti, insya Allah kita menjadi negara yang kuat dan maju
di Asia dan diperhitungkan dunia,” lanjutnya.
Kepala negara juga mengingatkan pentingnya
untuk terus memantau pergerakan dan
tingginya harga minyak dunia. Tujuannya pasti, agar subsidi BBM tidak terus
membengkak dan kita dapat melakukan langkah-langkah antisipasi. Kita harus
mengambil langkah yang tidak merugikan rakyat. Pemerintah terus berupaya
menyehatkan subsidi BBM melalui pembatasan dan penghematan, agar beban APBN
dapat dikurangi secara bertahap. Dengan cara itu, alokasi subsidi BBM dapat
digunakan untuk peningkatan pembangunan infrastruktur.
Pemerintah juga terus mencari, mengembangkan dan
memanfaatkan energi baru dan terbarukan sebagai alternatif. Kecuali jika ada
perubahan harga minyak mentah yang dramatis, yaitu meroketnya harga minyak itu,
kita tidak begitu saja menaikkan harga BBM kita. Namun kita harus sungguh
mencari solusi untuk kehematan penggunaan BBM, dan sehatnya APBN kita.
“Sesungguhnya pemikiran untuk secara bertahap mengurangi subsidi BBM adalah
semata-mata agar negeri kita dapat memiliki Ketahanan Energi di masa
mendatang,” tegasnya.
Selain dinamisnya harga minyak
dunia, harga pangan internasional menunjukkan pergerakan yang makin sulit
diperkirakan. “Era pangan murah nampaknya telah berakhir,” tegas SBY. Tingginya
harga pangan, diproyeksikan masih akan berlangsung dalam kurun waktu yang cukup
lama. Karena itulah, kita harus menyediakan ketersediaan pangan yang memadai
melalui optimalisasi sumber daya domestik. Kita harus dapat mengamankan
penyediaan pangan pokok, utamanya beras. Target penetapan surplus beras 10 juta
ton pada tahun 2014, meskipun memerlukan kerja keras kita semua harus dapat
kita wujudkan. “Swa sembada pangan, harus kita perluas dan kita tingkatkan,”
tekadnya.
Pembahasan
Dalam pidatonya Presiden SBY
mengatakan bahwa ekonomi global juga
ditandai oleh belum menentunya proses transformasi politik di kawasan Afrika
Utara dan Timur Tengah. Ketegangan baru yang terjadi di kawasan itu, juga
berpotensi menyebabkan naiknya harga minyak dunia. Sementara itu, di berbagai
belahan dunia, banyak negara mengalami dampak negatif perubahan iklim.
Kekeringan dan banjir sering menjadi ancaman terburuk, yang dapat mengakibatkan
krisis pangan dan meningkatnya harga pangan dunia. “Kenaikan harga kedelai di
pasar internasional misalnya, disebabkan oleh penurunan produksi yang drastis
pada beberapa negara produsen utama kedelai,” tandasnya.
Padahal jika kita melihat
Indonesia memiliki banyak sumber daya alam, termasuk minyak mentah dan kedelai
yang seharusnya tidak bergantung pada negara lain. Presiden SBY seolah – olah
mengkambing hitamkan krisis dunia yang terjadi saat ini berpengaruh terhadap
krisis yang dialami oleh Indonesia. Padahal jika kita lihat dalam kasus BBM,
banyak potensi penerimaan negara hilang. Misal, menurut anggota BPH Migas, A.
Qoyum Tjandranegara, potensi kerugian negara tahun 2006-2009 mencapai 410,4 T
karena harga jual gas yang dijual ke Cina sangat murah, yang artinya sama
dengan mensubsidi rakyat Cina.
Belum lagi dari tambang-tambang
yang dikuasai kebanyakan perusahaan asing. 90% tambang minyak bumi dan gas
dikuasai korporasi asing. Dan royalti serta bagian yang diperoleh pemerintah juga
sangat kecil dibanding yang didapat korporasi asing.
(http://politik.kompasiana.com/2013/06/12/sebulan-tidak-operasi-freeport-gusar-40-tahun-indonesia-kalem-568217.html).
Dalam Pasal 33 ayat 3 UUD 1945
disebutkan “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai
oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat” Apa
arti “dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”? Dalam hasil Sensus Ekonomi
Nasional (Susenas 2010) menunjukan pengguna BBM 65 persen adalah rakyat kelas
bawah dan miskin, 27 persen menengah, 6 persen menengah ke atas dan hanya 2
persen orang kaya. Jumlah kendaraan di Indonesia mencapai 53,4 juta, sebanyak
82 persen diantaranya pengguna kendaraan roda dua. Mereka sebagian besar
merupakan masyarakat kelas menengah bawah. Ini menunjukan bahwa kenaikan harga
BBM akan menyengsarakan rakyat,bandingkan dengan subsidi pemerintah untuk “orang-orang gemuk.”
Subsidi pajak atau yang disebut
dengan Tax Holiday bagi korporasi asing, Subsidi BLBI yang besarnya Rp 144
triliun, Dana Rekapitulasi Perbankan hampir Rp 500 triliun, penyelamatan Bank
Century sebesar Rp 6,7 triliun. Kasus paling akhir adalah Bantuan Dana dari
APBN-P Tahun 2012 sebesar 1,3 T untuk korban Lumpur Lapindo yang seharusnya
menjadi tanggung jawab perusahaan tetapi diambil alih/disubsidi oleh
Pemerintah. Padahal Pemilik Grup Lapindo adalah salah satu dari 40 orang
terkaya di Indonesia. Namun, dia justru diberi bantuan atau subsidi dari APBN
untuk kasus Lapindo sejak tahun 2007 sampai saat ini mencapai Rp 7,2 T.
Berbekal Teori Depedencia milik
Theotonio Dos Santos, Dependensi / ketergantungan adalah keadaan dimana
kehidupan ekonomi negara -negara tertentu dipengaruhi oleh perkembangan dan
ekspansi dari kehidupan ekonomi negara - negara lain, di mana Negara-negara
tertentu ini hanya berperan sebagai penerima akibat saja dan menjadi ‘budak’
ekonomi negara-negara maju. Teori ketergantungan ini pada dasarnya menyetujui,
bahwa yang menjadi penyebab ketergantungan adalah kekurangan modal dan
kurangnya tenaga ahli yang tersedia di dalam negeri. Tetapi faktor penyebabnya
adalah proses imperialisme dan neo imperialisme yang menyedot surplus modal
yang terjadi di negara pinggiran ke negara pusat. Akibat pengalihan surplus
ini, negara pinggiran kehilangan surplus utama yang dibutuhkan untuk membangun
negerinya. Maka, pembangunan dan keterbelakangan merupakan dua aspek dari
sebuah proses global yang sama. Proses global ini merupakan proses kapitalisasi
dunia. Di kawasan yang satu, proses itu melahirkan pembangunan, dikawasan yang
lain, menyebabkan lahirnya keterbelakangan dan kemiskinan akut yang tak
berkesudahan.
Kelicikan bank dunia, Asian
Development Bank (Red: ADB) dan IMF terlihat jelas ketika memberikan pinjaman
dan biasanya memesan dan menuntut Undang-Undang ataupun peraturan pemerintah,
Tidak hanya dalam bidang ekonomi, tetapi juga di bidang sosial. Sehingga dalam
prakteknya negara Indonesia menggadaikan UU dan peraturan pemerintahnya kepada
negara kreditor untuk ditukar dengan pinjaman. Contohnya pinjaman sebesar US$
300 juta dari ADB yang ditukar dengan UUPrivatisasi BUMN, sejalan dengan
kebijakan Neo-liberal. ADB memberikan pinjaman 300 juta dolar syaratnya minta
privatisasi, minta undang-undang privatisasi BUMN sehingga seolah-olah
satu-satunya cara untuk memperbaiki kinerja BUMN adalah dengan menjual dan
biasanya menjual dengan harga murah. Dalam prakteknya program penjualan
aset-aset negara tersebut dilakukan dengan harga sangat murah(under-valued)
sehingga sering terjadi program privatisasi yang identik rampokisasi
(piratization), seperti diungkapkan Prof. Marshall Goldman dari Harvard
University. Belum lagi pemerintah kita yang tidak serius dalam membangun
industri dalam negeri hingga Indonesia sangat tergantung terhadap impor dalam
segala aspek kehidupan.
Jadi sangat jelas neo
imperialisme dilakukan untuk mengontrol politik pemerintahan dan menghisap
sumberdaya ekonomi negara lain. Melalui instrumen utang dan kebijakan
global, lembaga-lembaga dunia seperti
IMF, World Bank dan WTO untuk melegitimasi langkah-langkah imperialistik
korporasi asing.
Jadi terbukti, Indonesia tidak
lagi merdeka secara politik. Bahkan penentuan pejabat khususnya di bidang
ekonomi pun masih distir oleh mereka. Wajar bila kemudian para pejabat itu bekerja
tidak sepenuhnya untuk rakyat, tapi untuk kepentingan Bos asing mereka.
UU Kelistrikan yang telah
dianulir oleh Mahakamah Konstitusi, UU Migas dan UU Penamanan Modal yang penuh
dengan kontroversi dan banyak kebijakan yang merugikan rakyat, termasuk keputusan
mencabut subsidi BBM adalah karya nyata dari para pejabat yang loyal pada Bos
asing mereka.
Lihat pula penyerahan blok kaya
minyak Cepu kepada Exxon Mobil, juga pembiaran terhadap Exxon yang terus
mengangkangi 80 triliun kaki kubik gas di Natuna meski sudah 25 tahun tidak
diproduksi dan kontrak sudah berakhir Januari 2007 lalu, dan PT. Freeport yang
kini sedang membuat terowongan terpanjang dengan lebih dari 400 km untuk
menguras habis kekayaan Indonesia di kawasan paling Timur.
Jadi, sudah sangat nyata sistem
Khilafah yang memiliki konsep ekonomi dimana pengelolaan kekayaan sumber daya
alam yang berlimpah tersebut hanya boleh dimiliki oleh rakyat dan Khalifah
sebagai pengelola saja, akan mengancam sistem neo imperialisme yang dijalankan
barat di negeri seperti Indonesia kini.
Dalam pemaparan diatas dapat
dilihat bahwasannya tidak hanya krisis dunialah yang melatar belakangi krisis
di Indonesia saat ini, tapi juga krisis ekonomi dan politik di Indonesia,
bagaimana ketidak mampuan Indonesia dalam melepaskan diri terhadap
ketergantungan impor dari pihak asing, dan melepaskan diri dari penjajahan para
pihak asing. Namun SBY dalam pidatonya membuat seolah – olah krisis dunialah
yang menjadi penyebabnya krisis di Indonesia ini, membuat sebuah opini publik untuk
menutupi krisis yang terjadi dalam pemerintahannya sendiri. Pada akhirnya hal
itu membuat suatu ketidakpastian dalam diri masyarakat, ketika Indonesia
memiliki banyak sumber daya alam dan pangan namun tetap harus bergantung kepada
negara lain sebagai pengimpor, sehingga masyarakat pun bertanya – tanya tentang
kondisi pemerintahan yang sebenarnya.
Berikut ini adalah hasil rangkuman kami tentang
kelompok lain:
A.
Mengidentifikasi komunikator utama dalam politik
Komunikator
politik memiliki kesamaan sifat dengan komunikator massa dimana seorang
komunikasi massa adalah seorang yang menduduki posisi penting dan peka terhadap
jaringan sosial, menanggapi berbagai tekanan dengan menolak dan memilih
informasi yang semua terjadi dalam sistem sosial yang bersangkutan.
Menurut Dan
Nimmo komunikator politik terbagi menjadi tiga yaitu politikus, profesional dan
aktifis
1. Politikus
Politikus adalah
orang yang bercita-cita untuk dan atau memegang jabatan pemerintah, tidak
peduli apakah mereka dipilih, ditunjuk, atau pejabat karier, dan tidak
mengindahkan apakah jabatan itu eksekutif, legislatif, atau yudukatif.
membedakan politikus ke dalam dua hal yang berbeda berkenaan dengan sumber
kejuangan kepentingan politikus pada proses politik. Yaitu: politikus ideolog
(negarawan); serta politikus partisan. Politikus ideolog adalah orang-orang
yang dalam proses politik lebih memperjuangkan kepentingan bersama/publik.
Mereka tidak begitu terpusat perhatiannya kepada mendesakkan tuntutan seorang
langganan atau kelompoknya. Mereka lebih menyibukkan dirinya untuk menetapkan
tujuan kebijakan yang lebih luas, mengusahkan reformasi, bahkan mendukung
perubahan revolusioner-jika hal ini mendatangkan kebaikan lebih bagi bangsa dan
negara. Politikus partisan adalah orang-orang yang dalam proses politik lebih
memperjuangan kepentingan seorang langganan atau kelompoknya.
Dengan demikian,
politikus utama yang bertindak sebagai komunikator politik yang menentukan
dalam pemerintah Indonesia adalah: para pejabat eksekutif (presiden, menteri,
gubernur, dsb.); para pejabat eksekutif (ketua MPR, Ketua DPR/DPD, Ketua
Fraksi, Anggota DPR/DPD, dsb.); para pejabat yudikatif (Ketua/anggota Mahkamah
Agung, Ketua/anggota Mahkamah Konstitusi, Jaksa Agung, jaksa, dsb.).
2. Profesional
Profesional
adalah orang-orang yang mencari nafkahnya dengan berkomunikasi, karena
keahliannya berkomunikasi. Komunikator profesional adalah peranan sosial yang
relatif baru, suatu hasil sampingan dari revolusi komunikasi yang sedikitnya
mempunyai dua dimensi utama: munculnya media massa; dan perkembangan serta
merta media khusus (seperti majalah untuk khalayak khusus, stasiun radio, dsb.)
yang menciptakan publik baru untuk menjadi konsumen informasi dan hiburan. Baik
media massa maupun media khusus mengandalkan pembentukan dan pengelolaan
lambang-lambang dan khalayak khusus. Di sini masuklah komunikator profesional
”yang mengendalikan keterampilan yang khas dalam mengolah simbol-simbol dan
yang memanfaatkan keterampilan ini untuk menempa mata rantai yang menghubungkan
orang-orang yang jelas perbedaannya atau kelompo-kelompok yang dibedakan
mengatakan bahwa komunikator profesional adalah makelar simbol, orang yang
menerjemahkan sikap, pengetahuan, dan minat suatu komunitas bahasa ke dalam
istilah-istilah komunitas bahasa yang lain ang berbeda tetapi menarik dan dapat
dimengerti. Komunikator profesional beroperasi (menjalankan kegiatannya) di
bawah desakan atau tuntutan yang, di satu pihak, dibebabnkan oleh khalayak
akhir dan, di lain pihak , oleh sumber asal. Seperti politikus yang dapat
dibedakan politikus ideolog dan partisan, profesional mencakup para jurnalis
pada satu sisi, dan para promotor pada sisi lain.
Jurnalis adalah
orang orang yang berkaitan dengan media berita dalam pengumpulan, persiapan,
penyajian, dan penyerahan laporan mengenai peristiwa-peristiwa. Ini meliputi
reporter yang bekerja pada koran, majalah, radio, televisi, atau media lain;
koordinator berita televisi; penerbit; pengarah berita; eksekutif stasiun atau
jaringan televisi dan radio; dan sebagainya. Sebagai komunikator profesional,
jurnalis secara khas adalah karyawan organisasi berita yang menghubungkan
sumber berita dengan khalayak. Mereka bisa mengatur para politikus untuk
berbicara satu sama lain, menghubungkan politikus dengan publik umum, menghubungkan
publik umum dengan para pemimpin, dan membantu menempatkan masalah dan
peristiwa pada agenda diskusi publik.
Promotor adalah
orang yang dibayar untuk mengajukan kepentingan langganan tertentu. Yang
termasuk ke dalam promotor adalah agen publisitas tokoh masyarakat yang
penting, personel hubungan masyarakat pada organisasi swasta atau pemerintah,
pejabat informasi publik pada jawatan pemerintah, skretaris pers kepresidenan,
personel periklanan perusahaan, manajer kampanye dan pengarah publisitas kandidat
politik, spesialis teknis (kameraman, produser dan sutradara film, pelatih
pidato, dsb.) yang bekerja untuk kepentingan kandidat politik dan tokoh
masyarakat lainnya, dan semua jenis makelar simbol yang serupa.
3. Aktivis
Aktivis adalah
komunikator politik utama yang bertindak sebagai saluran organisasional dan
interpersonal. Pertama, terdapat jurubicara bagi kepentingan yang
terorganisasi. Pada umumnya orang ini tidak memegang ataupun mencita-citakan
jabatan pada pemerintah; dalam hal ini komunikator tersebut tidak seperti
politikus yang membuat politik menjadi lapangan kerjanya. Jurubicara ini
biasanya juga bukan profesional dalam komunikasi. namun, ia cukup terlibat baik
dalam politik dan semiprofesional dalam komunikasi politik. Berbicara untuk kepentingan
yang terorganisasi merupakan peran yang serupa dengan peran politikus partisan,
yakni mewakili tuntutan keanggotaan suatu organisasi. dalam hal lain jurubicara
ini sama dengan jurnalis, yakni melaporkan keputusan dan kebijakan pemerintah
kepada anggota suatu organisasi. Kedua, terdapat pemuka pendapat yang bergerak
dalam jaringan interpersonal. Sebuah badan penelitian yang besar menunjukkan
bahwa banyak warga negara yang dihadapkan pada pembuatan keputusan yang
bersifat politis, meminta petunjuk dari orang-orang yang dihormati mereka.
Apakah untuk mengetahui apa yang harus dilakukannya atau memperkuat putusan
yang telah dibuatnya. Orang yang dimintai petunjuk dan informasinya itu adalah
pemuka pendapat. Mereka tampil dalam dua bidang: a. Mereka sangat mempengaruhi
keputusan orang lain; artinya, seperti politikus ideologis dan promotor
profesional, mereka meyakinkan orang lain kepada cara berpikir mereka. B.
Mereka meneruskan informasi politik dari media berita kepada masyarakat umum.
Dalam arus komunikasi dua tahap gagasan sering mengalir dari media massa kepada
pemuka pendapat dan dari mereka kepada bagian penduduk yang kurang aktif .
banyak studi yang membenarkan pentingnya kepemimpinan pendapat melalui
komunikasi interpersonal sebagai alat untuk mengetahui peristiwa-peristiwa yang
penting.
Karakteristik Kepemimpinan
Politik.
Cecil A.Gibba
menunjukkan bahwa gejala yang disebut kepemimpinan telah menarik perhatian para
pemikir sejak sekurang-kurangnya masa konfusius. Dari pemikiran tersebut mucul
banyak definisi mengenai apa kepemimpinan itu. Misalnya dari definisi-definisi
tersebut: “seperangkat fungsi kelompok yang harus terjadi dalam setiap kelompok
jika kelompokk tersebut harus berperilaku secara efektif untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan para anggotanya”. “proses ketika seorang individu secra
konsisten menimbulkan lebih banyak pengaruh daripada orang lain dalam
melaksanakan fungsi kelompok”. “pemimpin adalah orang tertentu di dalam
kelompok yang bertugas mengarahkan dan mengoordinasi kegiatan kelomok yang
bertugas mengarahkan dan mengordinasi kegiatan kelompok yang bertalian dengan
tugas.
Dari banyaknya
definisi, sebenarnya ada empat yang mendominasi kepustakaan dari definisi
kepemimpinan tersebut:
- Yang pertama berpendapat bahwa pemimpin
berbeda dengan massa rakyat karena mereka memiliki ciri atau sifat sendiri yang
sangat dihargai. Semua jenis pemimpin di dalam segala macam setting dan budaya
memiliki sifat tersendiri ini. Suatu variasi dari tema ini adalah teori orang
besar, yakni bahwa orang yang memiliki keinginan, sifat , dan kemampuan
istimewa muncul sewaktu-waktu dalam sejarah dan ditakdirkan untuk melakukan
hal-hal yang besar. Ex: Napoleon, Gandhi, Yesus Kristus, dan sebagainya.
- Yang kedua adalah bahwa ada tiga jenis
pemimpin yang keranjingan sifat-sifat tertentu yang membuatnya tersendiri:
manusia ulung yang menghancurkan kaidah-kaidah tradisonal dan menciptakan
nilai-nilai baru bagi suatu bangsa, pahlwan yang mengabdikan dirinya untuk
tujuan besar dan mulia, pangeran yang termotivasi oleh hasrat untuk mednominasi
pangeran-pangeran lainnya. Namun teori ini memberikan kesulitan yaitu para
sarjana belum bisa menemukan sifat tersendiri tunggal, atau bahkan sejumlah
terbatas sifat yang membedakan yang dimiliki oleh semua pemimpin di mana pun.
Hal ini akan membwa pada teori kedua yaitu konstelasi sifat. Dalam teori ini,
pemimpin memiliki sifat yang sama dengan yang dimiliki oleh siapapun, tetapi
memadukan sifat-sifat ini dalam suatu sindrom kepemimpinan yang membedakannya dari
orang lain. Oleh sebab itu misalnya pemimpin bisa menonjol karena lebih tinggi,
leebih besar, lebih bersemangat, lebih intelejen, percaya diri, tenang, dan
lain sebaginya. Dalam meninjau beraneka studi kepemimpinan ini Stogdill
mengamati bahwa para pemimpin memang meiliki beberapa sifat yang derajatnya
sedikit lebih tinggi daripada bukan pemimpin(misalnya dorongan, tahap terhadap
tekanan, tidak bergantung pada orang lain dalammemecahkan maslah,dll). namun ia
menyimpulkan bahwa hal ini hanya menunjukkan bahwa kepribadian adalah faktor
dalam membedakan kepemimpinan, adanya sindrom ini tidakmenjamin peran pemimpin
bagi seseorang, begitu pula tidakadanya sindrom menyebabkan seseorang tidak
cocok untuk menjadi pemimpin.
- Teori ketiga yaitu situasionalis. Teori
hanya berpendapat bahwa waktu, tempat, dan keadaan menentukan siapa yg
memimpin, siapa yang pengikut. Pengkritik aliran ini bagaimanapun menunjukkan
bahwa teori ini tidak mampu menenrangkan bagaimana tipe pemimpin yang mucul
dalam situasi yang berbeda atau mengapa dalam beberapa setting tidak dapat
diidentifikasi pemimpin yang dapat dilihat.
- Teori keempat adalah bahwa kepemimpinan
merefleksikan interaksi kepribadian para pemimpin dengan kebutuhan dan pengharapan para
pengikut, karakteristik dan tugas kelompoknya, dan situasi. Jadi ia berusaha
menerangkan beberapa faktor yang pada umumnya bertalian dengan pendefisian
kepemimpinan.
Meskipun
terdapat banyak definisi mengenai kepemimpinan, ada konsesus umum bahwa
kepemimpinan(dan akibatnya yang tidak dapat dipisahkan, kepengikutan) adalah
suatu hubungan di antara orang-orang di dalam suatu kelompok yang di dalamnya
satu atau lebih orang(pemimpin) mempengaruhi yang lain(pengikut) di dalam
situasi tertentu.
Komunikator Politik sebagai Pemimpin Politik
· Perbedaan tugas dan emosi dalam
kepemimpinan
Menurut seorang ilmuwan bernama
Lewis Froman, terdapat enam kecenderungan yang membedakan seorang pemimpin
dengan bukan seorang pemimpin di dalam suatu kelompok, di mana ke enam kecenderungan
tersebut dapat dijelaskan melalui kecenderungan yang dimiliki seorang pemimpin
sebagai berikut ini.
1. Memperoleh kepuasan yang lebih beragam
karena menjadi anggota kelompok
2. Lebih kuat dalam memegang nilai – nilai
mereka
3. Memiliki kepercayaan yang lebih besar
tentang kelompok itu dan hubungannya dengan kelompok lain, seperti mengenai
pemerintah, masalah politik dan sebagainya
4. Kurang kemungkinannya untuk berubah
kepercayaan, nilai, dan pengharapannya karena tekanan yang diberikan kepadanya
5. Lebih mungkin membuat keputusan mengenai
kelompok berdasarkan kepercayaan, nilai, dan pengharapan sebelumnya
6. Lebih berorientasi kepada masalah, terutama
mengenai masalah yang menyangkut perolehan material, alih – alih kepuasan yang
kurang nyata ayau pertanyaan yang penuh emosi
Orientasi
seorang pemimpin yang menurut hasil penelitian di bagi kedalam dua poin
penting, yaitu :
1. Pemimpin yang berorientasikan tugas
Dalam hal ini
pemimpin menetapkan dan bekerja untuk mencapai prestasi atau tujuan kelompok,
mengorganisasi agar pekerjaan dapat diselesaikan dengan misalnya membentuk
panitia dan hubungan atasan – bawahan, memikirkan jadwal dan batas waktu, dan
sebagainya.
2. Pemimpin yang berorientasikan orang, sosial
atau emosi
Dalam hal ini
pemimpin lebih cenderung memberikan perhatian terhadap hal – hal yang berkaitan dengan keinginan dan
kebutuhan pengikut, penciptaan hubungan pribadi yang hangat, pengembangan rasa
saling percaya, pengasuhan kerja sama, dan pencapaian solidaritas sosial.
Tipe
kepemimpinan tugas maupun kepemimpinan emosional tidak ada yang jauh lebih
unggul, karena dua tipe kepemimpinan ini akan sangat dibutuhkan dalam setiap
kelompok, bergantung pada situasinya. Dan peran dari dua tipe kepemimpinan ini
dapat dimainkan sekaligus oleh satu orang. Seperti yang dilakukan para
politikus, profesional, dan aktivis yang lebih sering menggabungkan gaya tugas
dan emosi sebagai peran pemimpin politiknya.
· Pemimpin organisasi dan pemimpin
simbolik dalam politik
Perbedaan
tersebut secara lebih detail dapat dijelaskan seperti berikut ini.
1. Pemimpin Organisasi
Dalam hal ini
seorang komunikator merupakan pemimpin karena posisi yang diduduki mereka di
dalam struktur sosial atau kelompok terorganisasi yang ditetapkan dengan jelas.
Dan diluar mereka sering kali tidak tidak banyak artinya bagi orang lain.
2. Pemimpin Simbolik
Pemimpin dalam
hal ini merupakan pemimpin karena arti yang ditemukan orang di dalam dirinya
sebagai manusia, kepribadian, tokoh yang ternama, dan sebagainya. Dan bukan
karena posisi mereka secara struktural dalam suatu organisasi.
Terorisme
Menurut
Departemen Luar Negri AS (1998) terorisme adalah “Kekerasan yang direncanakan,
bermotivasi politik, ditujukan terhadap target-target yang tidak bersenjata
oleh kelompok-kelompok atau agen-agen bawah tanah, biasanya bertujuan untuk
mempengaruhi khalayak.”
Terorisme
tumbuh dan berkembang karena didukung oleh situasi masyarakat yang tengah
mengalami tekanan politik dan ketidak adilan sosial. Terorisme diyakini sebagai
salah satu bentuk strategi politik dari kelompok yang lemah menghadapi
pemerintah yang kuat dan berkuasa.
Tipe
Kelompok Teroris
Nasionalis-Separatis
Separatisme
politis adalah suatu gerakan untuk mendapatkan kedaulatan dan memisahkan suatu
wilayah atau kelompok manusia (biasanya kelompok dengan kesadaran nasional yang
tajam) dari satu sama lain (atau suatu negara lain). Istilah ini biasanya tidak
diterima para kelompok separatis sendiri karena mereka menganggapnya kasar, dan
memilih istilah yang lebih netral seperti determinasi diri.Selain itu,
separatisme juga bisa terjadi karena perasaan kurangnya kekuatan politis dan
ekonomi suatu kelompok.
Fundamentalis
Agama
Fundamentalisme
adalah sebuah gerakan dalam sebuah aliran, paham atau agama yang berupaya untuk
kembali kepada apa yang diyakini sebagai dasar-dasar atau asas-asas (fondasi).
Karenanya, kelompok-kelompok yang mengikuti paham ini seringkali berbenturan
dengan kelompok-kelompok lain bahkan yang ada di lingkungan agamanya sendiri. Mereka
menganggap diri sendiri lebih murni dan dengan demikian juga lebih benar
daripada lawan-lawan mereka yang iman atau ajaran agamanya telah
"tercemar".Kelompok fundamentalis mengajak seluruh masyarakat luas
agar taat terhadap teks-teks Kitab Suci yang otentik dan tanpa kesalahan.
Mereka juga mencoba meraih kekuasaan politik demi mendesakkan kejayaan kembali
ke tradisi mereka.
Kelompok
Agama Baru
Adalah
istilah yang digunakan untuk merujuk kepada suatu keyakinan keagamaan atau
suatu gerakan etis, spiritual atau filsafat yang masih baru yang bukan
merupakan bagian dari sebuah aliran keagamaan atau lembaga agama yang mapan.
Pelaku
Revolusi Sosial
Ideologi
revolusi ini bisa dikatakan sebagai suatu sistem nilai yang menyimpang dari
sistem nilai yang dominan dan mulai memiliki makna emosional yang kuat bagi
seseorang atau sekelompok orang. Peran utama ideologi dalam suatu revolusi
adalah mempersatukan berbagai penderitaan dan kepentingan di bawah seperangkat
simbol oposisi yang sederhana dan memikat. Untuk tujuan revolusi, suatu
ideologi yang mencirikan tarik menarik antara kekuatan baik dan jahat, melihat
medan politik sebagai medan pertarungan antara kebajikan dan kemunkaran, sangat
berlaku bagai landasan ideologi revolusioner.
Teroris
Sayap Kanan
sayap
kanan atau Kelompok Kanan adalah istilah yang mengacu kepada segmen spektrum
politik yang biasanya dihubungkan dengan konservatisme, liberalisme klasik,
kelompok kanan agama, atau sekadar lawan dari politik sayap kiri. Dalam konteks
tertentu, istilah sayap kanan juga bisa mencakup nasionalisme otoriter, namun
hal itu biasanya lebih merupakan bagian dari ekstrem kanan.
Istilah
ini aslinya berasal dari pengaturan tempat duduk dewan legislatif pada masa
Revolusi Prancis, ketika kaum monarkhis yang mendukung Ancien Régime biasanya
disebut sebagai kaum kanan karena mereka duduk di sebelah kanan di ruangan
dewan legistlatif.
Karena
acuan ini kini telah usang, makna istilahnya pun telah berubah sesuai dengan
spektrum gagasan dan sikap yang diperbandingkan, dan sudut pandang si
pembicara. Belakangan ini, istilah ini hampir selalu mencakup suatu bentuk
konservatisme, dan di Barat termasuk kelompok demokrat Kristen.
Ciri
dominan dari pemikiran sayap kanan adalah nilai-nilai tradisional (seringkali
berkaitan dengan agama) dan pelestarian hak-hak individu dan bersama dengan
membatasi kekuasaan pemerintah. Dalam bentuk garis kerasnya, prioritas kedua
dan ketiga ini berkaitan dengan libertarianisme, namun sebagian penganut sayap
kanan menolak asumsi libertarianisme yang paling keras, khususnya di luar
Amerika Serikat. Sejumlah kecil libertarian malah tidak menganggap mereka sayap
kanan.
Ciri
yang lebih kabur dari pemikiran sayap kanan, yang sering dikaitkan dengan sayap
kanan asli sejak zaman monarkhi, mendukung pelestarian kekayaan dan kuasa di
tangan mereka yang secara tradisional telah memilikinya, kestabilan sosial, dan
solidaritas nasional serta ambisi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar