PASAL PELANGGARAN KUHP
Pasal-Pasal
Pidana Pers Dalam KUHP
Berikut ini
adalah Pasal-Pasal dalam KUHP yang berkaitan dengan beberapa tindak pidana pers.
·
Pasal 483 sampai Pasal 485 tentang Kejahatan Dengan
Cetakan
·
Pasal 483 “Barang siapa menerbitkan sesuatu tulisan
atau sesuatu gambar yang karena sifatnya merupakan delik, diancam dengan pidana
penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana kurungan paling lama
satu tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”
·
Pasal 134, Pasal 136, dan Pasal 137 tentang Kejahatan
Atas Martabat Presiden dan Wakil Presiden.
·
Pasal 137 ayat 1 “Barangsiapa menyiarkan,
mempertunjukkan, atau menempelkan di muka umum tulisan atau lukisan yang berisi
penghinaan terhadap presiden atau wakil presiden, dengan maksud supaya isi
penghinaan diketahui atau lebih diketahui oleh umum, diancam dengan pidana
penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling banyak empat
ribu lima ratus rupiah.”
·
Pasal 137 ini ditujukan kepada orang yang
mempublikasikan tulisan dan gambar berisi penghinaan, bukan yang membuatnya.
Kata pencemaran ditulis “dilakukan dengan tulis. Seperti contoh dalam beberpa
capture di atas, yang dimana para pengguna twitter (masyarakat) memposting
tulisan yang memuat penghinaan dan pencemaran nama baik terhadap Presiden Joko
Widodo.
·
Pasal 142 sampai Pasal 145 tentang Kejahatan atas
Negara Sahabat dan Kepada Negara Sahabat.
·
Pasal 142 “Penghinaan dengan sengaja terhadap yang
memerintah atau kepada Negara sahabat diancam dengan pidana penjara paling lama
lima tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”
·
Pasal 156, Pasal 156a, Pasal 157, Pasal 160, Pasal
162, Pasal 163 KUHP, Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 (Informasi
dan Transaksi Elektronik) tentang Kejahatan Atas Ketertiban Umum.
·
Pasal 156 “Barang siapa di muka umum menyatakan
perasaan permusuhan, kebencian atau merendahkan terhadap suatu atau beberapa
golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”
·
Yang dimaksud dengan “golongan” dalam pasal ini dan
pasal berikutnya ialah tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda
dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama,
tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.
Pada beberapa capture diatas juga ditunjukan pelanggaran terhadap suatu Negara
dan golongan yang ada di Indonesia, dimana golongan dan Negara ini adalah Cina.
Para pengguna twitter tersebut membuat tulisan yang di posting di twitter
dengan kata-kata yang tidak baik terhadap warga keturunan Cina yang ada di
Indonesia, salah satu yang menjadi bahan penghinaan mereka dalam media twitter
adalah Ahok.
·
Pasal 310 sampai Pasal 321 tentang Aneka Penghinaan
·
Pasal 310 ayat (1) “Barangsiapa dengan sengaja
menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal,
yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam dengan pencemaran,
dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling
banyak empat ribu lima ratus rupiah.”
·
Pasal 310 ayat (2) “Dalam hal dilakukan dengan
tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka
umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama
satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah.”
PASAL PELANGGARAN PORNOGRAFI
·
Undang-undang
yang secara tegas mengatur mengenai pornografi adalah UU No. 44 Tahun 2008
tentang Pornografi (UU Pornografi). Pengertian pornografi menurut pasal 1 angka
1 UU Pornografi adalah:
“…
gambar, sketsa, ilustrasi, foto,
tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak
tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi
dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi
seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.”
·
Pelarangan
penyebarluasan muatan pornografi, termasuk melalui di internet, diatur dalam
pasal 4 ayat (1) UU Pornografi, yaitu;
“Setiap orang dilarang memproduksi, membuat,
memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor,
menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang
secara eksplisit memuat:
a.
persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang;
b.
kekerasan seksual;
c.
masturbasi atau onani;
d.
ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan;
e.
alat kelamin; atau
f.
pornografi anak.”
·
Pelanggaran
pasal 4 ayat (1) UU Pornografi diancam pidana penjara paling singkat enam bulan
dan paling lama 12 tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp250 juta dan
paling banyak Rp6 miliar (pasal 29 UU Pornografi).
·
Pasal
44 UU Pornografi menyatakan bahwa pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku,
semua peraturan perundang-undangan yang mengatur atau berkaitan dengan tindak
pidana pornografi dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
Undang-Undang ini.
PASAL PELANGGARAN UU ITE
Kata pencemaran ditulis “dilakukan dengan tulisan atau gambaran” dimuat di media dalam bentuk tulisan/ teks atau image. Seperti yang pada kasus Asmirandah yang ada pada salah satu capture di atas, dimana para pengguna twitter memposting tulisan yang mengandung unsur penghinaan dan pencemaran.
Contoh Kasus: Farhat dilaporkan ke Polda Metro Jaya oleh Persatuan Islam Tionghoaa Indonesia (PITI) pada 10 Januari 2013 lalu. Farhat menjadi tersangka kasus pelanggaran UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan Pasal 28 ayat (2) UU ITE, akibat kicauan berbau rasis di jejaring sosial Twitter yang ditujukan kepada Ahok. Dalam akun twitter @farhatabbaslaw Farhat menulis "Ahok sana sini protes plat pribadi B 2 DKI dijual polisi ke orang umum katanya! Dasar Ahok plat aja diributin! Apapun platnya tetap Cina!".
Bunyi Pasal 28 ayat (2) UU ITE adalah sebagai berikut:
Setiap Orang
dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk
menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok
masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) Sebenarnya,
tujuan pasal ini adalah mencegah terjadinya permusuhan, kerusuhan, atau bahkan
perpecahan yang didasarkan pada SARA akibat informasi negatif yang bersifat
provokatif. Contoh penerapannya adalah apabila seseorang menuliskan status
dalam jejaring sosial informasi yang berisi provokasi terhadap suku/agama
tertentu dengan maksud menghasut masyarakat untuk membenci atau melakukan
anarki terhadap kelompok tertentu, maka Pasal 28 ayat (2) UU ITE ini secara
langsung dapat dipergunakan oleh Aparat penegak Hukum (“APH”) untuk menjerat
pelaku yang menuliskan status tersebut. Seperti pada kasus Farhat Abbas ini
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar