PROPAGANDA PEMILU 2014 ANTARA
PRABOWO VS JOKOWI
I.
PRABOWO
Tipe Propaganda : Propaganda
yang disengaja, yaitu dengan sengaja mengindoktrinasi komunikan dengan
pandangan-pandangan tertentu. Slogan
tim Prabowo adalah ‘selamatkan Indonesia’. Slogan ini efektif untuk melancarkan
dua alat propaganda lainnya. Pertama adalah ‘pembentukan ‘musuh’ bersama’, musuh
yang dibayangkan adalah segala bentuk ancaman dari luar/asing. Sentimen yang
muncul dari pembentukan rasa takut secara kolektif ini sejalan dengan citra
yang dibangun tentang Prabowo. Karena ada ‘musuh’, maka kita butuh pemimpin
militeristik yang ‘kuat’, ‘tegas’, ‘berani’ dan ‘agresif’. Kedua, yaitu rasa urgensi (sense of
urgency). Perasaan
oleh ‘rasa takut’ bahwa ada bahaya laten menghadapi bangsa. Seperti kebanyakan
alat propaganda tradisional lainnya, propaganda ini beroperasi dengan
mengeksploitasi emosi masyarakat dan bukan membangun cara berpikir yang logis.
Teknik Propaganda : Teknik Transfer
Image. Citra ‘ksatria militer ideal’ pun dibangun dengan simbol-simbol
tradisional. Prabowo menggunakan burung garuda untuk melekatkan ide
nasionalisme, sementara kuda dan keris digunakan untuk memainkan nostalgia
ksatria militer Jawa. Rasa ‘aman’ yang ditawarkan dengan simbol-simbol ini
bekerja melalui pembentukan ide pemimpin yang patriotik, militeristik yang akan
‘memenangkan’ Indonesia menjadi ‘bangsa yang ditakuti, disegani dan dihormati’
melalui penaklukan ‘musuh’. Citra Prabowo sebagai ‘ratu adil’ ini dibangun
dengan teknik-teknik estetika visual yang khas dalam iklan-iklan kampanyenya. Teknik
yang pertama adalah dengan membangun sosok narsisistik, sosok ‘aku’. Teknik
kedua adalah pengambilan gambar dan voice-over yang dibiarkan impersonal dan
berjarak, seakan-akan kita semua sedang menyaksikan Prabowo tanpa ikut di
dalamnya.
II.
JOKOWI
Tipe Propaganda : Propaganda yang tersembunyi, yaitu propagandis
menyelubungi tujuan yang sebenarnya. Hubungan pemimpin dan yang dipimpin pun
dibuat kooperatif—ada kerjasama dua arah. Ini sesuai dengan orientasi
kampanyenya yang berorientasi pada pembentukan komunitas. Jokowi juga
mempopulerkan aktivitas ‘blusukan’ yang juga menjadi simbol propaganda Jokowi.
Dalam blusukan, jokowi membuat politik
komunikasi yang dua arah-saling mendengar dan memberi masukan, dan
membentuk hubungan yang personal dengan calon pendukung. Politik komunikasi dua
arah seperti ini memungkinkan masyarakat menggunakan kemampuannya untuk menjadi
ekstensi propaganda, dengan menjadi relawan, ikut kampanye dll. Dukungan kepada
Jokowi banyak bermunculan dengan turunnya masyarakat ke jalanan dengan menjadi
relawan, selebaran/koran, membuat kampanye lewat blog, twitter, facebook,
membuat lagu simpatisan
Teknik Propaganda : Glittering Generalities, yaitu dengan
menggunakan “kata yang baik” untuk melukiskan sesuatu agar memperoleh dukungan,
tanpa menyelidiki ketepatan asosiasi itu.
Tekniknya fokus pada pembangunan komunitas. Slogan kampanyenya ‘Indonesia
hebat’ (atau ‘Jakarta baru’ di masa pencalonan gubernur), membangun rasa bangga
dan ‘mandiri’. Simbol Jokowi yang paling dikenal adalah baju kotak-kotak merah,
baju kotak-kotak memiliki kesan tidak formal dan santai jadi efektif dalam
memikat anak-anak muda dan juga kemeja putih polos dengan lengan tangan dilipat
ke atas, sehingga ia sering dianggap mengidentifikasi diri dengan kaum
pekerja—bukan kelas berjas dan berdasi—dan membuat citra sosok kelas bawah yang
sederhana. Iklan TV kampanye Jokowi muncul diakhir iklan untuk mempromosikan
partainya. . Penggunaan kata ‘kita’ dalam voice-over beberapa iklan memberikan rasa
inklusif bagi penonton. Hubungan antara Jokowi dan penonton jadi tidak berjarak
dan lebih personal. Dengan membangun rasa komunitas dan hubungan kerjasama
horisontal, tim Jokowi berhasil mengorganisir masyarakat dan merangsang
munculnya aktivitas-aktivitas dari bawah ke atas (bottom up) untuk
mengkampanyekan dirinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar